Diloso jo diansua

Mengenai Saya

Foto saya
Hi, there, I am Fuad, People says "show your exist-ency by writing." Here I am.
Diberdayakan oleh Blogger.

April 29, 2020


Sewaktu akan berbuka, lebih baik mana, makan atau sholat Maghrib dulu? Judul dari tulisan yang berbentuk pertanyaan ini kalau dibahas dari pandangan agama menurut saya, bukannya menggunakan frase lebih baik mana, ‘disebabkan frase lebih baik mana ini adalah hasil pertimbangan akal, dan sudah kita ketahui, kalau mendiskusikan persoalan agama, panutan kita adalah sunnah bukan akal. Sebab akal manusia terbatas kemampuannya untuk memahami sesuatu yang ghaib/ tersembunyi. artinya lagi kemampuan akal mengolah harus disingkirkan untuk mencari kemurniannya, adapun yang dipakai adalah pengetahuan agama seperti yang dicontohkan dalam sunnah Rasullullah, sunnah para Tabiin, dan sunnah dari pengajaran Imam yang empat. Kesimpulannya, judul dari tulisan ini yang tepatnya adalah Bagaimana Cara Rasullullah Berbuka Puasa. Apa yang penulis tuturkan dalam kalimat diatas adalah baru pembukaannya saja, adapun kupasan intinya, ikuti yang berikut ini, dan anda jangan kemana-mana dulu. Pandangan yang sholat Maghrib dulu baru makan malam Mereka yang menjalani tentunya mereka pula yang merasakan. Kelompok ini beralasan, dengan mengerjakan sholat fardhu Maghrib terlebih dahulu, ada ketenangan jiwa tersendiri yang didapatkan setelah melaksanakannya. Tidak perlu lagi melihat jam dinding tiap sebentar, khawatir waktu sholat Maghrib sudah lewat atau sudah masuk waktu Isya. Dan dengan melaksanakan sholat Maghrib terlebih dahulu, makan malam sesudahnya untuk tujuan berbuka puasa dapat lebih leluasa dikerjakan. Bagi yang terbiasa merokok, dengan menghisap sebatang rokok, puasa yang dikerjakan di hari itu tambah lebih nikmat lagi. Diajak bercengkrama sejenak, orang-orang pada kelompok ini pun asyik dibawa serta, karena kewajiban sholat telah mereka kerjakan, mereka telah makan minum dengan puasnya, dan diajak untuk sholat tarwih di mesjid/mushalla terdekat , orang pada kelompok ini, menurut saja, bahkan sangat ngotot sekali. Membuka-buka 99 sifat Allah, salah satunya adalah Al Basith yang berarti Maha Melapangkan. entah boleh atau tidak(semua ini pekerjaannya para alim ulama), sifat Allah ini tampak terlihat dimuka orang yang berbuka puasa dengan cara ini. Mereka hanya berbuka puasa dengan meminum seteguk air, memakan sebutir korma/pisang, kemudian mengerjakan sholat fardhu Maghrib, baru kemudian makan minum besar, mendapatkan kelapangan fikiran dari caranya memulai kegiatan berbuka puasa. Pada kenyataannya, kita melihat orang pada kelompok ini memang Allah S.W.T limpahkan keleluasaan untuk makan minum sepuasnya, dan bahkan lebih banyak dari biasanya, dibandingkan dengan sewaktu tidak melakukan puasa. Dan yang pasti, itu termasuk kedalam salah satu rahmat dari Allah S.W.T yang patut disyukuri. Penulis mohon kepada pembaca untuk jangan mengatakan setuju terlebih dahulu sebelum membaca yang berikut ini. Pandangan yang makan dulu baru sholat Maghrib Kelelahan bekerja disiang hari yang begitu memeras keringat, meninggalkan rasa haus yang teramat sangat dikerongkongan, dan mandi untuk mendapatkan kebugaran badan dan menyempatkan pada sore hari, rebahan sejenak menunggu berbunyinya sirene tanda awal berbuka, hal-hal demikianlah yang memancing orang yang berpuasa pada kelompok ini mendahulukan kegiatan makan minum untuk berbuka puasa, dan mengerjakan sholat Maghrib sesudahnya. Kalau kita tanyakan kepada mereka, apakah mereka tidak khawatir jika waktu sholat maghrib habis dan masuk waktu Isya, dari mulut mereka, jawaban yang kita dapatkan adalah makan minum ini sebentar cuma, tidak akan sampai habis waktu maghrib / mereka akan menjawab sesudah ini kami akan sholat. Mereka sadari/tidak, di muka mereka terbesit kerisauan atau kekhawatiran waktu sholat Isya sudah masuk karena keasyikan makan dan minum, dan terlihat dengan sangat jelas, kelompok ini menggunakan waktu berbuka puasanya dengan seringnya melihat jam tangan / jam dinding atau jam di hp mereka. Pada intinya, paparan pada paragraf ini, memberikan gambaran bahwa ada kekhawatiran di hati mereka antara habisnya waktu Maghrib karena keasyikan makan dan minum, dan telah mendekatnya waktu sholat Isya. Pandangan Rasullullah S.A.W Sebagaimana yang ditulis oleh Firda Harunnisa dalam https://www.liputan6.com/ramadan/read/3965767/begini-cara-rasulullah-berbuka-puasa Menjelaskan bahwa (dengan pengeditan disana sini oleh penulis) Rasullullah S.A.W membiasakan: 1. Menyegerakan Berbuka Puasa Salah satu sunah Rasulullah SAW adalah menyegerakan berbuka puasa setelah azan magrib berkumandang. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW : سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ ‏ “‏ لاَ يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ” Dari Sahl bin Sa’ad ra yang berkata, Rasulullah Saw. bersabda, “Kaum muslimin akan selalu dalam kebaikan, selama mereka menyegerakan berbuka puasa.” (HR. Mutafaqun 'alaih) 2. Mengonsumsi Kurma dan Air Putih Saat Berbuka Berdasarkan hadis Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, Beliau berkata: ﻛَﺎﻥَ ﺭَﺳُﻮ ﻝُ ﺍﻟﻠِّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪً ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻳُﻔْﻄِﺮُ ﻋَﻠَﻰ ﺭُﻃَﺒَﺎﺕٍ ﻗَﺒْﻞَ ﺃَﻥْ ﻳُﺼَﻠِّﻲَ ﻓَﺈِﻥْ ﻟَﻢْ ﺗَﻜُﻦْ ﺭُﻃَﺒَﺎ ﺕٌ ﻓَﻌَﻠَﻰ ﺗَﻤَﺮَﺍﺕٍ ﻓَﺈِﻥْ ﻟَﻢ ﺗَﻜُﻦْ ﺣَﺴَﺎ ﺣَﺴَﻮﺍﺕٍ ﻣِﻦْ ﻣَﺎﺀٍ “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berbuka dengan kurma basah (ruthab), jika tidak ada ruthab maka berbuka dengan kurma kering (tamr), jika tidak ada tamr maka minum dengan satu tegukan air.” Dalam hadis tersebut diketahui bahwa Rasulullah SAW berbuka puasa menggunakan kurma basah (ruthab), apabila tidak ada ruthab maka beliau menyantap kurma kering (tamr), apabila tidak ada tamr maka Rasulullah berbuka dengan seteguk air. Beberapa riwayat menyatakan bahwa Rasulullah menkonsumsi kurma dalam jumlah ganjil, yakni 3, 5, dan 7. Lebih lanjut Firda Harunnisa menuliskan bahwa: Kurma sendiri memiliki manfaat bagi kesehatan tubuh, seperti meningkatkan stamina dan energi serta menyehatkan sistem pencernaan. Sedangkan air putih berguna menangkal racun yang ada di dalam tubuh. Penjelasan diatas memaparkan kepada kita kegiatan yang dilakukan Rasullullah S.A.W untuk berbuka puasa, dan secara exsplisit (tersembunyi) menjelaskan, beliau menyegerakan mengerjakan sholat Maghrib sesudah itu, tapi benarkah demikian, mari kita cari tahu dari penjelasan lain. Sebagaimana ditulis oleh Hasanul Risqa Dalam https://republika.co.id/berita/q8ksos458/inilah-cara-nabi-muhammad-berpuasa Setelah memakan kurma basah/kering dalam hitungan ganjil seperti keterangan diatas, Rasullullah S.A.W; Menyegerakan berbuka dan shalat Dan ketika berbuka itu, Rasul SAW hanya memakan tiga biji kurma dan segelas air putih, lalu segera berwudhu untuk mengerjakan shalat Maghrib secara berjamaah. Dari Abu 'Athiyah RA, dia berkata, "Saya bersama Masruq datang kepada Aisyah RA. Kemudian Masruq berkata kepadanya, "Ada dua sahabat Nabi Muhammad SAW yang masing-masing ingin mengejar kebaikan, dan salah seorang dari keduanya itu segera mengerjakan shalat Maghrib dan kemudian berbuka. Sedangkan yang seorang lagi, berbuka dulu baru kemudian mengerjakan shalat Maghrib." Aisyah bertanya, "Siapakah yang segera mengerjakan shalat Maghrib dan berbuka?" Masruq menjawab, "Abdullah bin Mas'ud." Kemudian Aisyah berkata, "Demikianlah yang diperbuat oleh Rasulullah SAW." (HR Muslim No 1242). Dari penjelasan diatas dapat kita simpulkan bahwa Rasullullah S.A.W, itu menyegerakan berbuka puasa dengan memakan kurma basah, atau kering dalam hitungan ganjil atau meminum seteguk air, lalu menyegerakan mengerjakan sholat Maghrib, dan sesudah itu baru beliau makan minum besar, seperti halnya sekarang sebahagian entah kecil/besar kita kerjakan. Dua penjelasan diatas belum mengantarkan kita pada satu pertanyaan bagaimana seharusnya seorang mukmin yang terpaksa bekerja keras, banting tulang dan peras keringat di siang hari bulan Ramadhan untuk adanya yang akan dimakan oleh 6 mulut anggota keluarganya di rumah, dan mendahulukan makan malam dari pada sholat Maghrib nya di bulan Ramadhan, Sebagaimana ditulis oleh Agung Sasongko dalam https://khazanah.republika.co.id/berita/pwna38313/rasulullah-saw-dikenal-sebagai-pekerja-keras — Suatu ketika ada sahabat yang menyembunyikan tangannya dari pandangan Rasulullah SAW, Rasul heran dan bertanya. Sahabat itu beralasan bahwa ia malu karena sebagai penebang kayu tangannya kasar dan tidak halus. Rasulullah memegang tangan orang tersebut lalu menciumnya seraya bersabda bahwa tangan seperti inilah tidak akan disentuh api neraka. Ungkapan Rasul SAW sebagai penghormatan betapa Islam sangat menghargai kemandirian dan mencela perbuatan meminta-minta dan menjadi beban orang lain. Profesi mencari kayu bakar dengan segala faktor kesulitan, kerendahan perolehan hasilnya lebih baik daripada menganggur dan menjadi beban orang lain. Rasulullah sangat mengecam umatnya yang malas bekerja. Dalam sebuah haditsnya ditegaskan, "Yang sangat menakutkan atas umatku adalah banyak makan, lama tidur, serta malas.” Pengangguran hanya akan menjadikan seorang manusia menjadi keras hati. " (HR Al-Syihaab) Kutipan dari Agus Sasongko diatas hanya menjelaskan betapa agama Islam begitu menghargai kerja keras yang dilakukan si penebang kayu untuk menghidupi keluarganya, dan Rasullullah S.A.W, menjelaskan tangan kasar seperti tangannya si penebang kayu seperti itu yang tidak akan dibakar oleh api neraka. Kutipan diatas, tepatnya belum menjawab pertanyaan yang kita ajukan semula. Pertanyaan yang tadi kita tanyakan adalah “Bagaimana nilai puasa seorang muslim yang karena kelelahan yang teramat sangat, rasa haus yang begitu mendera kerongkongannya, mendahulukan makan malam nya sewaktu berbuka puasa, dan mengakhirkan kewajiban sholat Maghribnya? Untuk menjawab pertanyaan di paragraf terakhir diatas, dengan kembali membuka-buka situs di internet (satu-satunya jalan bagi penulis mengakomodasi keinginan menulis), tertera dengan jelas hadits-hadits yang sifatnya berlawanan dengan keadaan mendahulukan kegiatan makan malam sebelum menunaikan kewajiban sholat Maghrib di bulan Ramadhan, (sebatas pemahaman penulis), seperti yang ditulis oleh Redaksi Dalamislam dalam situsnya https://dalamislam.com/hukum-islam/hukum-mendahulukan-shalat-maghrib-sebelum-berbuka-puasa Salah satu tanda kesempurnaan puasa di bulan Ramadhan sekaligus sunnah puasa adalah segera berbuka bila benar-benar matahari terbenam. Dalam arti, ketika adzan berkumandang dan waktu buka puasa tiba, sangat dianjurkan untuk segera berbuka puasa atau mendahulukan berbuka puasa kemudian menunaikan ibadah shalat Maghrib. Suatu riwayat menyebutkan, Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Yusuf telah mengabarkan kepada kami Malik dari Abu Hazim dari Sahl bin Saad bahwa sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Manusia akan senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.” (HR. Bukhari) Yang dimaksud dengan berbuka puasa di sini adalah berbuka dengan makan dan minum secukupnya. Misalnya, mengacu pada keutamaan saat berbuka puasa yang menyatakan bahwa berbuka puasa cukup dengan kurma segar atau kurma kering atau bahkan hanya dengan air putih. Hal ini disebabkan manfaat air putih saat berbuka puasa sangat besar salah satunya adalah melancarkan metabolisme tubuh. Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasanya berbuka dengan ruthab (kurma basah) sebelum menunaikan shalat. Jika tidak ada ruthab (kurma basah), maka beliau berbuka dengan tamr (kurma kering). Dan jika tidak ada yang demikian beliau berbuka dengan seteguk air.” (HR. Abu Daud dan Ahmad. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih) Setelah menyegerakan berbuka puasa dilanjutkan dengan menunaikan ibadah shalat Maghrib sebelum makan malam. Kecuali jika makan malam telah tersedia maka dianjurkan untuk mendahulukan makan malam sebelum shalat Maghrib. Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada shalat ketika makanan telah dihidangkan, begitu pula tidak ada shalat bagi yang menahan ingin kencing atau buang air besar.” (HR. Muslim) Sementara itu, dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu , Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila kalian sudah menghadap ke makanan, maka jangan buru-buru shalat hingga menyelesaikan hajatnya (makanannya), meskipun iqamah shalat sudah dikumandangkan.” (HR. Bukhari) Dan, hadits dari Anas radhiyallahu ‘anhu menyebutkan, “Jika makan malam telah tersajikan, maka dahulukan makan malam terlebih dahulu sebelum shalat Maghrib. Dan tidak perlu tergesa-gesa dengan menyantap makan malam kalian.” (HR. Bukhari dan Muslim) Dan pada menjelang akhir tulisannya, Redaksi Dalamislam malah menuliskan Lalu, bolehkah shalat saat makanan tersaji atau bagaimanakah hukum mendahulukan shalat Maghrib sebelum berbuka puasa? Terkait dengan hal ini, Imam an-Nawawi dalam kitab Al-Majmu sebagaimana dikutip dari catatan kaki Al-Baqir (2016) dalam buku Panduan Lengkap Ibadah : Menurut Al Qur’an, Al-Sunnah, dan Pendapat Para Ulama menyatakan, “Menyegerakan buka puasa tidak merupakan suatu kewajiban. Sebagaimana dirawikan oleh Syafi’i, Malik, dan Al-Baihaqiy dengan sanad shahih, bahwa Umar dan Utsman radhiyallahu ‘anhu (begitu juga Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu dalam versi Al-Mawardi) segera mengerjakan shalat Maghrib setelah datangnya malam, dan baru setelah itu mereka berbuka. Dan yang demikian itu pada bulan Ramadhan. Komentar Syafi’i mengenai ini : “Tindakan mereka ini untuk menunjukkan bahwa hal itu boleh-boleh saja, dan bukannya karena menyengaja melakukan yang lebih utama.” (An-Nawawi, Al-Majmu’ VII/331) Dan pada akhir tulisannya, Redaksi Dalamislam malah menutup tulisannya dengan kata saran mencari keutamaan itu adalah yang diutamakan. Dari pendapat Imam an-Nawawi di atas dapat dikatakan bahwa mendahulukan shalat Maghrib sebelum berbuka puasa adalah dibolehkan meskipun kita memahami berbagai keutamaan mengerjakan shalat di awal waktu. Namun, sebagaimana sunnah saat berbuka puasa, maka mendahulukan berbuka puasa tanpa melalaikan shalat Maghrib itu sendiri adalah yang utama. Demikianlah paparan singkat ini bisa penulis ungkapkan, dengan kesimpulan sebatas pemahaman yang ada pada penulis, adalah tidak salah jika saja ada diantara kita yang mendahulukan makan malamnya sewaktu berbuka puasa dan selepas itu baru menunaikan shalat Maghrib,dan ada yang sudah berbuka dengan memakan buah kurma basah/kering dalam hitungan ganjil tadi/ meminum seteguk air saja untuk berbuka puasanya, kemudian menunaikan shalat Maghrib (berjama’ah, tentu yang lebih utama), baru kemudian makan malam, toh, kenyataan yang kita lihat sampai hari ini, masih terjadi. Kedepannya, dengan mengharap pertolongan Allah S.W.T, kita meminta, agar saudara-saudara kita yang masih terbiasa dengan mendahulukan kegiatan makan malamnya sewaktu berbuka puasa, dan mengakhirkan waktu pelaksanaan sholat Maghribnya, diberi kemampuan oleh Allah S.W.T, untuk bisa meniru cara Rasullullah S.A.W, dalam berbuka puasa dan meninggalkan kebiasaan lamanya. Sebelum menutup tulisan ini, penulis meminta maaf kepada pemilik situs yang penulis pakai dalam tulisan ini karena tidak tahu dimana akan menuliskannya, yaitu permohonan izin dicopy dan diedit, semoga ada kemaafan yang diberikan. Semoga tulisan ini ada mamfaatnya bagi pembaca, kalaupun tidak, terima kasih telah membacanya sampai tamat. Kepada Allah S.W.T penulis minta ampun, kepada insan manusia penulis minta maaf, akhirul kalam, tolong jawab salam penulis. Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Daftar Bacaan: https://www.liputan6.com/ramadan/read/3965767/begini-cara-rasulullah-berbuka-puasa https://republika.co.id/berita/q8ksos458/inilah-cara-nabi-muhammad-berpuasa https://khazanah.republika.co.id/berita/pwna38313/rasulullah-saw-dikenal-sebagai-pekerja-keras https://dalamislam.com/hukum-islam/hukum-mendahulukan-shalat-maghrib-sebelum-berbuka-puasa

Maret 16, 2015

Menciptakan setan yang sangat jenius

 Bismillahirrahmanirrahim,

Assalamu'alaikum.wr.wb,

Syukur alhamdulillah kita panjatkan kepada Allah S.W.T, dengan rahmat dan karunia-Nya kita dapat bertemu kembali melalui tulisan ini dan shalawat beriring salam semoga dihadiahkan Allah S.W.T kepada Rasullullah S.A.W, yang dengan risalah yang ditinggalkannya, insya Allah selamat kehidupan kita di dunia sampai ke kehidupan di akhirat nanti, Amiin.

Pembaca yang budiman,

Sebuah pigura bertuliskan mendidik manusia tanpa ajaran agama adalah sama saja dengan menciptakan setan yang sangat jenius. Tulisan yang sangat mengena sekali jika dipahami dengan baik. Betapa tidak, karena yang ditujukan dengan pelaksanaan pembelajaran itu adalah perbaikan akhlak individu kearah yang lebih baik dari dasarnya yang tidak berilmu pengetahuan, lalu dididik menjadi insan yang berilmu dan diharapkan dengan ilmu yang dimilikinya, diterapkannya dalam kehidupannya sehari-hari.

Ajaran agama-lah yang dinilai mampu menjembatani kekosongan yang dicari dan dibutuhkan oleh manusia itu. Adapun agama yang dinilai mampu menjembatani kekosongan yang dicari dan dibutuhkan itu adalah agama Islam. Islam adalah agama yang sempurna. Islam mempunyai catatan dari adab melakukan apapun kegiatan manusia diatas dunia ini mulai dari adab bangun tidur sampai dengan adab tidur. Tinggal pelaksanaannnya dalam kehidupan kita setiap hari.

Dikembalikan keper-soal-an semula tentang kegiatan mendidik manusia dengan ajaran agama, apakah tanggung jawab itu merupakan tanggung jawab sekolah atau tanggung jawab orang tua?

Yang pasti di sekolah hanya melaksanakan pendidikan tentang ilmu pengetahuan, seperti di SMP hanya melaksanakan pendidikan Agama Islam, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan pendidikan mata pelajaran lainnya. Begitu juga halnya dengan pendidikan di SD dan di SMA. 

Pendidikan ajaran agama dan budi pekerti adalah tugas utama orang tua si anak di-rumah tangga-nya. Tugas lain yang ada di pundak orang tua untuk mengajarkan cara ber-budi pekerti di rumah. Tidak bisa tidak, tugas ini tidak dapat diwakilkan kepada siapapun. Masalahnya sekarang adakah orang tua yang bersangkutan mempunyai pengetahuan tentang ajaran agama dan budi pekerti tersebut dan menerapkannya dalam kehidupannya agar bisa dicontoh oleh si anak. Yang banyak terjadi adalah banyak orang tua itu sendiri tidak memiliki pengetahuan tentang ajaran agama dan budi pekerti. Maka jangan heran anak-anaknya juga tidak memiliki pengetahuan ajaran agama dan budi pekerti. Bahkan banyak orang tua menyerahkan persoalan mengenai ajaran agama dan budi pekerti ini ke sekolah tempat si anak menggunakan setengah hari siangnya, yaitu di sekolah.

Observasi yang pernah penulis lakukan mengenai ajaran agama dan budi pekerti kepada peserta didik di sebuah SMP yang tidak mau mengikuti kegiatan shalat berjama'ah di mushalla sekolah, 

Guru: Kenapa kamu tidak ikut shalat berjama'ah?

Murid: Ayah wak so indak sumbayang, Pak (bhs. Minang) ; (Ayah saya saja tidak sholat, Pak!)

demikian si anak menanggapi panggilan si guru.

Semoga yang ada dilapangan, Agar si Bapak ini ditunjuki hatinya untuk menunaikan kewajiban shalati, dan Allah S.W.T menunjuk-i hatinya si anak ini agar mau untuk melakukan shalat itu.

Artinya lagi tulisan ini berharap semoga mampu mengklarifikasi bahwasanya tugas mengajarkan ajaran agama dan budi pekerti itu adalah tugas orang tua murid di rumah sedangkan tugas guru di sekolah adalah membekali anak didik dengan pengetahuan mata pelajaran tertentu.

Terakhir, ucapan maaf dari penulis kalau ada kata yang salah dan tidak pada tempatnya dan penulis akhiri dengan 

Assalamu'alaikum.wr.wb.

April 05, 2014

Fenomena SMP Negeri di Daerah Pinggiran


Dilema yang dihadapi SMP Negeri di daerah pinggiran (Sekolah negeri yang  berjarak < 10 km dari pusat kota kabupaten atau kotamadya) memang tidak akan ada habisnya untuk dibicarakan, namun selalu menarik untuk dibaca, terutama dalam upaya kepala sekolahnya untuk tetap menjaga ke-existensi-an (keberadaan) sekolahnya dibalik persaingan Tsanawiyah, sekolah lanjutan pertama sederejat yang dikelola Kantor Departemen Agama yang juga memperebutkan tamatan dari sekolah dasar yang sama sebagai calon peserta didiknya.
Sebutan sekolah pinggiran tadi bukan tidak menyisakan persoalan sama sekali, sebut saja dalam upaya meningkatkan jumlah peserta didik tiap tahunnya  walau sekolah pinggiran itu sudah mengiming-imingi bahwa sekolahnya mempunyai jumlah guru bidang studi yang cukup, cakap dan profesional di bidangnya, tersedianya fasilitas iptek (ilmu pengetahuan dan tekhnologi) berupa komputer dan internet, adanya fasilitas olahraga seperti lapangan volly, basket, dan atletik, dan kegiatan ekstra kurikuler misalnya O.S.I.S (Organisasi Siswa Intra Sekolah), pramuka, sholat Zuhur berjama’ah, P.M.R (Palang Merah Remaja), Pentas Seni dan Muhadarah, namun jumlah peserta didik yang mendaftar hanya bertambah 0.1 persen setiap tahunnya.
            Melihat kepada jumlah pendaftar  yang demikian kecil, kepala sekolah di SMP Negeri di daerah pinggiran itu menjadi getir hati juga. Sebuah kecemasan yang cukup beralasan, jangan-jangan malahan pada masa kepemimpinannya seluruh perangkat yang ada disekolahnya terpaksa dipindahkan ke sekolah sederjat karena jumlah peserta didiknya sudah sangat sedikit sekali dari ukuran normal. Jika ini terjadi, untuk bangunan sekolah yang telah ditinggalkan itu tepatlah pantun orang tua kita:” pisang sikalek-kalek hutan, pisang batu nan bagatah, dikecek-an sikola bukan, dikecek-an rumah hantu antah.” Sekolah bukan, peserta didiknya tidak ada, rumah hantu terlalu indah.” Mimpi buruknya seluruh kepala sekolah SMP Negeri di daerah pinggiran. Disisi lain, amanat untuk terus bisa mendongkrak (meningkatkan) jumlah peserta didik di sekolahnya  adalah yang selalu dipesankan atasan mereka.
            Tidak berhenti dalam rutinitas menerima peserta didik baru saja, kepala sekolah SMP Negeri di daerah pinggiran juga mengusahakan dalam setiap rapat komite sekolah yang diadakan meminta  pemuka masyarakat, alim ulama, dan cerdik pandai dilingkungan desa tersebut untuk ikut menyemangati orang tua peserta didik agar menyekolahkan anak mereka di sekolahnya.
            Bentuk usaha lain yang dilakukan kepala sekolah SMP Negeri di daerah pinggiran itu untuk meningkatkan jumlah peserta didik di sekolahnya adalah menerima bulat-bulat (dengan mudah) peserta didik pindahan (selanjutnya disingkat PDP) dari sekolah lain. Bagi kepala sekolah yang tidak mengajar di kelas si PDP tadi tidak akan ada masalah lagi yang dihadapi setelah si PDP tadi belajar di kelas yang ditunjuk, karena tidak tahu bagaimana cara belajar, dan beradaptasinya, dan baru merasa kena getahnya (ikut kesal) jika ikut mengajar dikelas si PDP tadi, melihat cara belajar mereka yang lebih banyak menimbulkan rasa kesal dari pada rasa enaknya.
Pada umumnya (tidak semua) si PDP tersebut bermasalah dengan masalah adaptasi dengan lingkungan baru, tidak kunjung mengerti orang lain kok bisa hidup enjoy (tenang) dengan segala kekurangan yang mereka miliki, dan tidak menyadari saat ini hidup dan tinggal ditempat yang sangat berbeda dibandingkan dengan tempat tinggal yang lama. Akibatnya ketidak mampuan menyesuaikan diri ini diungkapkan dengan sering bolos di jam pelajaran tertentu, tidak hadir tanpa berita sekian hari, iseng mengganggu teman sekelas atau lain kelas, tidak bisa menunjukkan ijazah terakhir, adalah sebagian besar bentuk tingkah laku aneh, kalau tidak boleh dibilang ganjil, si PDP tersebut. Intinya mereka mencari kompensasi (perimbangan) dari ketidakmampuan mereka beradaptasi dengan lingkungan baru menjadi problem maker (pembuat masalah) di kelas dan sekolah yang dimasukinya.
            Jika ditelusuri kebelakang, ada tiga kategori PDP ini. Satu, dikarenakan mengikuti orang tua; dua, karena disipak (diberikan surat pindah untuk bersekolah di tempat lain saja, karena disekolah asal tidak bisa lagi dibina), dan ketiga drop out (memakzulkan diri sendiri dari sekolah), dan ingin sekolah lagi tapi tidak disekolah yang sama.
Pada kategori satu diatas, hampir tidak ada masalah yang ditimbulkannya di lingkungannya yang serba baru karena mereka masih mementingkan pendidikan diatas segala-galanya. Keadaan akan bercerita lain pada si PDP kategori kedua dan ketiga diatas. Sesuai kebiasaan, PDP pada kategori dua dan tiga ini  memilih duduk di bangku barisan belakang, khawatir tidak diterima oleh kawan sekelas dalam pergaulan di kelas. Dalam minggu-minggu pertama belajar, mereka akan mencoba untuk beradaptasi dengan lingkungan, dan mencari teman yang seide. Namun ketika teman yang se-ide sudah didapat, waktunya baginya untuk mencari kompensasi ketinggalan pelajaran tadi dengan mengganggu teman sekelas, baik dengan lisan atau perbuatan. Bahkan pernah ada, si PDP ini karena setahun lebih tua dari teman sekelasnya menjadi jagoan di kelasnya, jika dia membutuhkan sesuatu yang tidak ada padanya di dalam kelas seperti penggaris, atau penghapus, maka dia akan mengambil saja dari atas meja kawannya tanpa meminta izin terlebih dulu. Hal ini tentu merupakan gangguan bagi peserta didik lainnya di kelas itu, namun kesemuanya tadi larut dalam maaf, dan mencuat ke permukaan saat ada peserta didik lain yang mengadukan pelecehan yang dilakukan si PDP tadi kepada guru di kantor majelis guru.
Ketika si SI PDP tadi dipanggil ke kantor majelis guru, jadilah dia bulan-bulanan guru, terutama guru wanita yang mengajar dikelasnya. Ada-ada saja tambahan berita buruk tentang si PDP tadi yang mengemuka. Akhir dari interogasi itu adalah kepada si PDP tadi disuruh membuat surat perjanjian untuk tidak lagi mengganggu teman, mengambil peralatan belajar teman sekelas tanpa izin, dan menjadi jagoan di kelas.
Yang namanya anak-anak dengan kecendrungannya yang mudah lupa, selang beberapa waktu kemudian melakukan lagi kesalahan yang hampir sama, bahkan walau sudah surat perjanjian ketiga dibuat yang dibubuhi materai yang berisi pernyataan bersedia dirumahkan atau pindah sekolah kalau masih melakukan pelanggaran tadi namun masih melakukan lagi kesalahan yang hampir sama.
            Disisi lain, rata-rata peserta didik pada kategori kedua dan ketiga diatas bermasalah dengan kemampuan akademiknya, karena memang sudah ketinggalan beberapa kegiatan pembelajaran sebelumnya karena mengurus surat pindah dan mendaftar di sekolah baru di tempat belajarnya sekarang. Sebuah gambaran dari salah seorang PDP dengan inisial “IA”, dari sebelas bidang studi yang diikutinya pada sekolah terdahulu, di dalam rapornya tertulis hanya bidang studi pilihan (Pendidikan Ilmu Al Qur’an) dan mulok (muatan lokal) yang tuntas sebatas KKM (Kriteria Ketuntasan Minimun- yaitu nilai paling rendah yang harus dicapai), sedangkan nilai bidang studi lainnya dalam keadaan tidak tuntas yang bervariasi.
            Sebagai langkah pembenaran diri oleh Kepala SMP Negeri di daerah pinggiran yang telah menerima PDP tadi dan penolakan dari kalangan guru dengan kemampuan akademik si PDP tadi yang sangat rendah, dengan spontan ditanggapi oleh kepala sekolah daerah pinggiran tadi dengan pemberian bimbingan belajar (sesuatu yang tidak pernah sempat terlaksana karena desakan untuk mengajarkan rincian pelajaran yang telah direncanakan).
            Kepala Sekolah dalam hal ini, sebagai yang terkemuka dalam menerima si PDP ini benar-benar disudutkan pada keadaan “makan buah simalakamo”;(maksudnya dimakan bapak mati, tidak dimakan ibu pergi atau maju kena mundur kena atau dilemna).” Intinya, keuntungan yang diperoleh dengan diterimanya si PDP ini adalah disamping bertambahnya jumlah peserta didik yang ada di sekolah itu juga bertambahnya jumlah dana B.O.S yang diterima dan bisa dikelola. Jika tidak diterima, jelas akan mendapat teguran dari Kepala Dinas Pendidikan karena meniadakan hak mendapatkan pendidikan untuk PDP tersebut.
            Melihat semua keadaan diatas, kepada orang tua PDP terbesit sebuah pengharapan agar memberikan perhatian ekstra terhadap rutinitas kedatangan dan kepulangan anaknya ke dan dari sekolah. Karena tidak sulit bagi si PDP ini mengecoh orang tua mereka, dan dengan bermodalkan pakaian sekolah pada pagi hari dan waktu teman-teman mereka pulang, merekapun pulang sama dengan mereka. Tapi apakah dengan berpakaian begitu mereka sudah pasti pergi ke sekolah, tidak. Banyak diantara mereka menghabiskan waktu dengan bermain game di play station sebagai tempat yang mereka nilai memberikan kenyamanan tersendiri buat mereka. Hal itu adalah tidak mungkin diantisipasi oleh guru di sekolah, karena terbatasnya waktu dan banyak peserta didik lain di kelas yang harus lebih diperhatikan.
Ada diantara si PDP tidak menjadikan masalah kepindahan mereka ke sekolah, rumah dan lingkungan baru, namun tidak terhitung pula jumlahnya diantara mereka yang malah bertingkah laku sebaliknya. Pendekatan dari orang tua mereka yang berterima kepada sianak dalam hal ini adalah sangat diperlukan. Tidak kalah penting juga bagi orang tua peserta didik pindahan ini mengetahui tempat, teman bermain, serta aktivitas keseharian anaknya dilingkungan yang serba baru.  
            Kepada pengambil keputusan penerima si PDP di sekolah dengan tanpa tujuan mengajari, karena siapa diantara kita yang mau diajar apalagi ditampar, (maaf, sedikit ngelantur), diharapkan agar memberlakukan tekhnik penerimaan bersyarat kepada si PDP selanjutnya yang akan mendaftar. Aplikasi dari tekhnik penerimaan bersyarat ini adalah pengklasifikasian si PDP tersebut pada tiga kategori, kategori satu adalah PDP dengan maksimal empat nilai rapor semester terakhir merah, kategori dua adalah PDP dengan maksimal delapan nilai rapor semester terakhir merah, dan kategori ketiga adalah PDP dengan maksimal 10 nilai rapor semester terakhir merah. Khusus kepada PDP dari kategori dua dan ketiga diharuskan melalui tiga bulan pertama sejak mereka mendaftar menulis sebuah surat perjanjian (bermaterai untuk penguatan) berstatus peserta didik bersyarat dengan tidak bertingkah laku sebagai sumber perkelahian, kedapatan merokok, dan pernah absen / bolos di jam belajar dan dari lingkungan sekolah di jam sekolah. Dan jika si PDP ini bisa melalui tiga bulan pertama ini tanpa pernah sekalipun melanggar isi perjanjian yang telah ditulis, dinyatakan diterima disekolah yang dimasukinya. Bahkan kalau perlu, peserta didik pindahan yang bisa melalui tiga bulan pertama itu dengan hasil baik, diberi hadiah tertentu, tidak perlu yang mahal, untuk memotivasinya terus bertingkah laku baik. Jika ditanyakan kenapa harus tiga bulan, karena tiga bulan itu adalah waktu yang sudah sangat lama untuk bisa dilalui dengan baik oleh seorang PDP yang memang nakal untuk tidak bertingkah laku sesuai persyaratan penerimaan tadi.
            Maksud dari semua ini juga adalah mengajak kita semua untuk mau memperhatikan kembali petuah orang tua kita “ditukuak mako kakurang” Ditambah makanya berkurang. Sesuatu yang ditambah idealnya adalah menambah nilai dari suatu barang atau keadaan, anehnya yang terjadi dalam penerimaan PDP ini adalah hal yang sebaliknya. Keberadaan peserta didik pada kategori kedua dan ketiga ini hanya menambah masalah saja, diluar masalah yang sudah ada. Siapapun PDP yang ingin bersekolah, adalah kewajiban kita untuk memberi mereka bekal kehidupan berupa ilmu pengetahuan, namun kepada mereka perlu diberikan suatu ketetapan pengendalian diri agar dengan itu mereka benar-benar menjaga sikap dan tingkah laku mereka dan ikut bertanggung jawab menjaga nama baik sekolah yang sudah terjaga dan tidak tercoreng karena ulah dan kehadiran mereka.
            Diakui, masalah menerima si PDP adalah hak perrogratif kepala sekolah. Namun apa arti keikut-sertaan kepala sekolah mengeluhkan sikap si PDP  dihadapan guru saat jam istirahat di kantor majelis guru, dan pada waktu berbeda menerima tanpa aling-aling (syarat) peserta didik pindahan dari sekolah lain. Atau semuanya itu hanya baso (kepura-puraan) yang sudah kamseupai (kampungan sekali dan payah). Padahal masalah dasarnya adalah adanya kemauan untuk mau menerapkan penerimaan bersyarat tersebut.
            Semoga sesudah mengenali adanya sistem penerimaan bersyarat kepada peserta didik pindahan ini segenap kepala sekolah di daerah pinggiran bersedia menerapkannya di sekolahnya, karena terlarang tidak memberi kesempatan belajar kepada mereka, namun kita juga tidak mau di pecundangi oleh tingkah laku mereka yang tidak baik. Selamat mencoba, wass.

Februari 24, 2014

Tunjangan sertifikasi terkini

Jangan heran jika anda pembaca sekalian bertemu dengan sosok guru tertentu di sebuah sekolah yang selama ini anda ketahui bukan tempatnya mengajar semula, cikgu(panggilan terhadap guru versi bahasa Malaysia)  tersebut dimungkinkan sedang menambah jam mengajar-nya di sekolah tersebut. Pemandangan ini terjadi hampir di segala jenjang pendidikan yang ada baik pada pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Kesemuanya ini terjadi adalah untuk tujuan mencukupkan jam mengajar-nya minimal 24 jam.
Masalah kualitas pengajarannya jangan ditanyakan, apakah mungkin dengan beban mengajar-nya rata-rata 4 jam x 6 hari dinas, akan mampu melaksanakan pembelajaran yang bermakna dan bermutu, sesuatu yang dipertanyakan. Yang ada adalah ke-terburu-buru-an berpindah-pindah mengajar dari sekolah A ke sekolah B. 
Terjadinya sekian orang guru terpaksa mencari tambahan jam mengajar ke sekolah lain adalah karena jumlah jam mengajar-nya di sekolah semula yang sangat kurang. Hal ini terlihat sekali pada sekolah yang berada di daerah pinggiran dan pedesaan dimana jumlah peserta didiknya banyak yang minim. Adapun jarak yang harus ditempuh kadang berjarak sampai 20 km dari sekolah semula. Hal ini tentu akan berimbas kepada kondisi mental cikgu tersebut dalam penyajian pembelajaran-nya. 
Pada sisi lain khususnya buat cikgu yang baru menerima sertifikat sertifikasi-nya pada tahun 2013 adalah mereka-mereka yang harus menanggung risiko menerima kekurangan jam mengajar-nya dan banyak diantara mereka yang harus rela tidak menerima tunjangan sertifikasi karena ketiadaan lagi tempat menambah jam mengajar karena sudah diambil terlebih dahulu oleh penerima sertifikasi tahun terdahulu.
Timbulnya kecemburuan sosial dengan adanya guru profesional yang tidak dapat menerima tunjangan sertifikasi karena kekurangan jam mengajar (tidak cukup 24 jam) adalah suatu hal yang tidak bisa dihindari terjadi. Walau pada kenyataannya ini adalah sesuatu yang tidak diharapkan terjadi dengan diluncurkannya program sertifikasi ini.
Persatuan Guru Republik Indonesia selaku yang di tua-kan se-langkah untuk menjembatani problem yang terjadi antara guru se Indonesia dengan pemerintah Republik Indonesia telah memberikan usulan kepada Dinas Pendidikan Nasional agar jam mengajar wajib guru penerima sertifikasi ini diciutkan menjadi 18 jam saja, sampai saat tulisan ini dibuat hasil usulan tersebut masih dalam penantian.